Hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi 2014 “Sarasehan Budaya Menuju Global Harmony”
Budaya Memberi Solusi, setiap orang dari kita pasti pernah merasakan kegelisahan melihat keadaan kita saat ini dalam konteks global. Berbagai permasalahan mendasar tidak kunjung berakhir, namun justru semakin meluas dan memburuk. Tidak hanya terkait dengan ekonomi seperti kemiskinan tetapi juga terjadi dalam bidang sosial diantaranya kurangnya kohesi antara masyarakat. Aspek budaya, menjauhnya kita dari nilai-nilai luhur budaya; pendidikan hanya mengedepankan kecerdasan tanpa membangun karakter; dan politik yang jauh dari tujuan peningkatan partisipasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Satu September sejak tahun 2005, dicanangkan oleh Menteri Pertahanan RI pada saat itu, Prof. Juwono Sudharsono, Ph.D. sebagai Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi. Satu dekade sudah perayaan Hari Bhakti bergulir. Dalam tiga tahun terakhir, sejak tahun 2012, peringatanHari Bhakti bagiIbu Pertiwi dipusatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengingat hingga hari ini, DIY masih berhasil mempertahankan nilai-nilai luhur budaya, selain menjadi Kota Pelajar dan Pariwisata Mancanegara. Perayaan satu dekade Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi kali ini berbentuk Sarasehan dengan tema “Sarasehan Budaya Menuju Global Harmoni, Berkarya Tanpa Pamrih Pribadi dan Golongan Belajar dari Kegelisahan Arjuna dan Tuntunan Krishna di Medan PerangKurukshetra”.
Acara ini merupakan upaya bersama dari mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Anand Ashram Foundation (Affiliated with United Nations), One Earth Integral Education Foundation, Centre for Vedic and Dharmic Studies. Didukung berbagai elemen bangsa lainnya untuk menggerakkan semua kalangan mewujudkan tindakan bekerja tanpa pamrih pribadi dan golongan untuk global harmony.
Karya-karya budaya nusantara dalam konteks peradaban dunia seperti Wedhatama, Nitisastra, Mahabharata dan Ramayana memberikan beberapa inspirasi untuk melepaskan kita dari kegelisahan diri.Guna menciptakan kedamaian dalam diri (InnerPEACE), selanjutnya mewujudkan Kasih yang mengikat masyarakat majemuk dalam Persaudaraan (CommunalLOVE)—baik sebagai satu komunitas bangsa maupundengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam bentuk karya tanpa pamrih, sehingga akan tercapai KeselarasanGlobal (GlobalHARMONY).
Jalannya Acara
Sarasehan Budaya, 1 September 2014, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi yang ke-10 mengambil tema berkarya tanpa pamrih pribadi dan golongan. Menampilkan para pembicara seperti Prof. Marsono, Prof. Made Suastika dan Prof. Sri Rochana yang memaparkan mengenai budaya luhur kita yaitu bekerja tanpa pamrih dari sudut pandang profesi, serta kaitannya dengan budaya lokal dari masing-masing daerah tempat mereka tinggal.
Sentuhan detail panggung dan antusiasme peserta membuat acara ini menjadi terlihat megah dan luar biasa. Dan yang paling menonjol dalam sarasehan kali ini adalah pertemuan antara Jawa, Bali dan Sunda. Perpaduan yang apik dari para pembicara floor, Ibu Ari Wulandari yang mewakili UGM, Ki Demang dari Sunda Wiwitan dan Pak Yudhanegara yang mewakili para profesional mengutarakan pendapat mereka bahwa budaya tanpa pamrih masih sangat relevan untuk menjadi gaya hidup manusia modern saat ini.
Dalam acara tersebut juga menampilkan pentas seni drama yang bertema fragmen kegelisahan Arjuna di Medan perang Kurukshetra yang dipersembahkan oleh adik-adik dari One Earth School Bali. Cerita ini disuguhkan dengan didukung oleh visualisasi dan musik yang membuat sebagian besar peserta merasa terkesan.
Dan pada acara kali ini, selain sarasehan budaya, juga ada penganugerahan ambassador for global harmony award kepada Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif yang dalam pidato singkatnya, beliau mengutarakan mimpinya “bahwa planet kita yang satu ini, hanya bisa bertahan lama kalau kita memang mau hidup bersaudara. Bersaudara dalam perbedaan dan berbeda dalam persaudaraan”. Beliau juga menambahkan bahwa bumi ini adalah milik semua, bukan hanya milik sebagian orang saja.